HBB Tolak Silang Hangoluan di Titik Nol Habatakon!

Nusantara22 Dilihat

Medan – Lamsiang Sitompul, Ketua Umum Horas Bangso Batak (HBB) terus vokal menyuarakan penolakan terhadap Pembangunan ‘Silang Hangoluan’ di titik nol Habatakon  -titik nol peradaban Suku Batak, di Sianjur Mula-Mula, Kab Samosir.

Lewat akun media sosial pribadinya, Ketua Ormas Batak tersebut menyoroti soal campur aduk antara identitas batak sebagai suku, serta religi yang kini sedang dalam tahap pembangunan di areal titik nol Habatakon.

“Point pertama adalah Silang (Salib) yang merupakan simbol Kristen. Saya bukan anti Agama, saya juga Kristen. Tetapi harus kita bedakan antara Agama dan kesukuan. Agama ya Agama! Suku ya Suku!” ujar Lamsing, belum lama ini.

Ketua HBB tersebut menegaskan bahwa Batak sebagai suku memiliki penganut agama dan aliran kepercayaan yang berbeda-beda. Hal itu pun menggarisbawahi bahwa masyarakat suku Batak tak selalu identik dengan beragama Kristen.

Bahkan menurutnya, sedari awal suku batak punya aliran kepercayaan tersendiri yang masih eksis hingga saat ini dari jauh sebelum banyak beralih ke agama agama yg ada saat ini.

Sejalan dengan hal tersebut, dia beranggapan bahwa ketika simbol-simbol agama harus diadakan di titik nol habatakon, maka simbol aliran kepercayaan  Batak yakni Parmalim lah yang seharusnya dibangun di areal titik nol Habatakon.

“Karna Parmalim itu adalah aliran kepercayaan yang berasal dari tanah batak itu sendiri. Jadi itu satu kontroversinya,” katanya.

Selain itu dia juga beranggapan, bahwa mendirikan simbol-simbol Agama Kristen di areal titik nol peradaban Batak sama saja merupakan bentuk pengkerdilan atas ke-2 identitas tersebut.

Alasannya, Kristen sebagai agama terbesar di dunia dinilai sama sekali tidak butuh legitimasi dari Suku Batak. Sementara itu Batak sendiri juga sudah lebih dulu eksis di tanah Batak jauh sebelum misionaris dari agama tersebut datang.

“Saya menganggap tidak perlu simbol-simbol itu. Simbol Kekristenan itu sudah banyak di Tanah Batak. Gereja sudah ada dimana-mana, di Sibea-bea sudah ada patung Yesus terbesar di dunia. Di Dairi sudah ada Taman Wisata Iman,” kata Lamsiang. “Jadi kami tetap dalam sikap tidak sependapat. Nanti bagaimana aksi kami, akan kami sampaikan lebih lanjut.”

Titik Nol Habatakon, Dimana?

Pada umumnya, Batak sebagai suku terdiri atas 6 Sub yang masih umum dikategorikan sebagai Suku Batak, yakni Batak Toba, Simalungun, Karo, Pak-Pak, Mandailing, dan Angkola.

Lalu dengan munculnya klaim titik nol habatakon sebagaimana dipelopori oleh ormas Suku Batak Parsadaan Pomparan Limbong Mulana Indonesia (PPLMI) pada rentang 2022 lalu, yang tampak seolah dibenarkan oleh Pemkab Samosir. Kontroversi pun mengiringi pembangunannya, terlebih dengan adanya simbol salah satu agama di arealnya.

Klaim titik nol habatakon di kawasan Sianjur Mula-Mula yang terkesan sepihak alias tidak ada keterlibatan berarti dari 6 sub Suku Batak pun, alhasil menimbulkan keraguan atas keabsahannya.

Dalam lawatan Ketua HBB, Lamsiang Sitompul ke Candi Bahal 1, di Kabupaten Padang Lawas Utara. Dia juga meragukan soal titik awal atau titik mula peradaban batak.

“Jangan-jangan titik awal peradaban Batak disini,” ujar Lamsiang.

Minimnya peran serta pemerintah serta keterlibatan dari masing-masing peewakilan sub suku bayak dalam penentuan titik nol habatakon pun bikin masalah tambah ruwet.

“Sebenarnya kalau kita bicara titik nol habatakon, Batak yang mana? Apakah pernah kita ajak dukuk bersama orang itu?
Jadi jangan terlalu cepat menentukan titik nol habatakon itu ada disitu. Sebaiknya kita duduk bersama. Mari pelajari sejarah, kajian ilmiah. Baru kita sama-sama sepakat bahwasanya pusat peradaban Batak itu disitu,” katanya.

HBB Tolak Silang Hangoluan di Titik Nol Habatakon

Dari prosedur penentuan titik nol habatakon yang terkesan ‘suka-suka’, dan sepihak hingga adanya campur aduk pembangunan ikon salah satu agama dalam prosesnya dengan dalih objek wisata budaya religi yang baru, yang bakal menambah PAD daerah.

Ketua HBB kembali menegaskan bahwa pihaknya menolak keras pembangunan ‘Silang Hangoluan’ di areal Titik Nol Habatakon.

Terlepas dari dasar penentuan titik peradaban batak yang belum sepenuhnya terjawab. Soal pembangunan simbol Kristen yang dinamai Silang Hangoluan atau Salib Kehidupan tersebut, HBB tegas menolak.

“Kami dari Dewan Pimpinan Pusat Horas Bangso Batak, dengan ini menolak dengan keras pembangunan Silang Hangoluan di Sianjur Mula-Mula sebagai titik nol habatakon,” kata Lamsiang.

Ketua Umum HBB tersebut lagi-lagi menekankan agar pemerintah setempat serta kalangan Batak yang terdiri dari berbagai macam latar belakang agar tidak mencampur adukkan antara Kesukuan dan Agama.

“Saya juga Kristen. Tapi ketika kita bicara tentang habatakon ya habatakon! Ketika kita bicara tentang Agama Kristen, ada ruang yang berbeda.” kata dia.

Adapun suku Batak, sebagai salah satu suku tertua di Indonesia, tentu menyimpan berbagai kekayaan budaya yang semestinya dapat dieksplorasi untuk dilestarikan kepada lintas generasi. Bukan malah dicampur adukkan dengan agama dengan dalih untuk kepentingan menambah pundi-pundi PAD. Yang terkesan bakal menggerus nilai-nilai original dari kesukuan itu sendiri.

Reporter: Juan Ambarita