Jambi — Kasus pabrik tutup galon yang beroperasi di tengah kawasan peternakan babi di Sijenjang, kota jambi kini menjadi perhatian nasional. Produk dari pabrik ini telah menyebar ke ratusan depot air minum isi ulang di Jambi dan sekitarnya, dengan jumlah penjualan diperkirakan mencapai puluhan ribu unit setiap bulan.
Para ahli kini memperingatkan bahwa produk tersebut tidak hanya melanggar standar industri, tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan konsumen secara masif.
Dampak Nyata: Air Galon Jadi Bau dan Cepat Basi : Studi Kasus di Bekasi
Sejumlah pemilik depot air minum mulai melaporkan keluhan dari pelanggan: air galon berbau tidak sedap, berasa aneh, dan cepat basi meski hanya disimpan 1–2 hari. Setelah ditelusuri, ternyata mereka menggunakan tutup galon dari pabrik yang berlokasi di dekat peternakan babi tersebut.
“Awalnya kami pikir masalahnya di air atau galonnya. Tapi setelah ganti ke tutup dari merek lain, keluhan langsung hilang,” ujar Heri, pengusaha depot air isi ulang di Cikarang. “Ternyata tutupnya yang bermasalah.”
Analisa Mikrobiologis: Potensi Cemaran Feses dan Bakteri Zoonosis
Pakar mikrobiologi lingkungan dari IPB University, Dr. Sri Wahyuni, menyebut situasi ini sangat serius karena lingkungan peternakan babi menghasilkan partikel mikroskopis dari feses dan urin yang dapat mencemari permukaan plastik saat proses produksi.
“Jika tutup galon tercemar bakteri dari feses babi seperti E. coli, Clostridium, atau bahkan parasit zoonosis, maka air galon bisa menjadi medium penyebaran penyakit pencernaan dan infeksi lainnya,” jelasnya.
Bakteri ini, meskipun dalam kadar kecil, dapat menyebabkan diare, muntah, demam, infeksi saluran cerna, hingga risiko keracunan makanan akut pada bayi dan lansia.
Ancaman Kesehatan Masyarakat yang Luas
Karena produk ini sudah tersebar di pasar dan digunakan dalam pengemasan air galon isi ulang yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat, maka potensi bahayanya menjadi masalah kesehatan masyarakat (public health issue).
“Ini bukan sekadar soal lokasi pabrik, tapi soal produk yang bisa membahayakan ribuan hingga jutaan orang setiap harinya,” kata Dr. Tita Noviani, pakar toksikologi pangan.
Beliau berharap agar BPOM bertindak dan jika ditemukan bukti kontaminasi mikrobiologis, maka produk tersebut wajib ditarik dari pasar (recall). Bila tidak, pemerintah dapat dianggap lalai dalam melindungi konsumen.
Sanksi Hukum Tak Bisa Ditawar
Jika terbukti bersalah, pemilik usaha dapat dijerat dengan pasal-pasal berat, antara lain:
UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan – memproduksi kemasan pangan di lingkungan tidak higienis dapat dihukum hingga 5 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen – menjual produk yang membahayakan konsumen bisa dikenai pidana penjara dan ganti rugi
Pasal 204 KUHP – barang yang membahayakan nyawa bila dikonsumsi dapat dihukum hingga 15 tahun penjara.
Kalangan masyarakat berharap Pemerintah daerah kota Jambi dan BPOM melakukan investigasi lapangan dan agar memerintahkan penarikan produk secara massal, disertai dengan uji laboratorium mendalam terhadap tutup galon yang sudah beredar.
Skandal Ini Bisa Menjadi Titik Balik Regulasi Kemasan Air Minum
Kasus ini menjadi alarm keras bagi seluruh pelaku industri kemasan air minum. Regulasi tak boleh hanya fokus pada air, tapi juga seluruh elemen kemasan – termasuk tutup galon. Pengawasan pemerintah harus lebih proaktif dan menyeluruh.
Jika tidak segera ditindak, maka yang dipertaruhkan bukan hanya kesehatan konsumen, tapi juga nasib ribuan usaha air isi ulang kecil yang bergantung pada kepercayaan masyarakat.