Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero), Bintang Perbowo, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan lahan untuk proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Penahanan juga dilakukan terhadap mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT Hutama Karya, berinisial RS, yang juga merangkap sebagai Ketua Tim Pengadaan Lahan.
Keduanya ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 6 Agustus hingga 25 Agustus 2025, di Rumah Tahanan KPK cabang Gedung Merah Putih.
Skandal Lahan Tanpa Manfaat
Kasus ini bermula pada tahun 2018 hingga 2020, saat PT Hutama Karya melakukan pembelian lahan seluas 122 bidang di wilayah Bakauheni dan Kalianda, Lampung, dengan nilai total mencapai Rp205,14 miliar. Namun, hingga kini lahan tersebut belum sepenuhnya dikuasai oleh perusahaan dan tidak memberikan manfaat finansial bagi BUMN tersebut.
Yang lebih mencurigakan, pengadaan lahan dilakukan hanya lima hari setelah Bintang Perbowo menjabat sebagai Dirut. Ia langsung memimpin rapat direksi untuk menyetujui pembelian lahan melalui pihak swasta, yakni PT STJ, milik seorang pengusaha berinisial IZ, yang disebut sebagai kenalan pribadi Bintang.
Tidak Sesuai Prosedur
KPK menyebut pembelian lahan ini dilakukan tanpa perencanaan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), tanpa appraisal dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), serta tidak melalui standar operasional prosedur (SOP) perusahaan.
Parahnya, dokumen rapat direksi yang menyetujui pembelian tersebut diduga dibuat back-date atau dimundurkan seolah-olah disahkan oleh direksi sebelumnya.
Tersangka Lain dan Barang Bukti
Selain Bintang Perbowo dan RS, KPK juga menetapkan PT STJ sebagai tersangka korporasi. Namun, proses hukum terhadap pemilik PT STJ, IZ, dihentikan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia pada 8 Agustus 2024.
Dalam pengusutan kasus ini, KPK menyita sejumlah barang bukti, antara lain:
122 bidang tanah di Bakauheni dan Kalianda.
13 bidang tanah milik IZ atau PT STJ.
1 unit apartemen di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan.
Kerugian Negara dan Pasal yang Dikenakan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan negara mengalami kerugian sebesar Rp205,14 miliar akibat pembelian lahan yang tidak memberikan manfaat tersebut.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.