Pilkada Langsung atau Tidak Langsung ??

Oleh. Agus Kurnia Berata Sakti, SH

Berita, Opini75 Dilihat

Akhir-akhir ini kita sering mendengar usulan tentang wacana Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) akan dipilih kembali oleh DPRD, hal ini menjadi tanda tanya, ada apa ? bukankah Pilkada yang telah diselenggarakan secara langsung dengan melibatkan secara langsung warga masyarakat telah sesuai aturan yang sah sebagaimana konstitusi di NKRI. Yang menjadi perhatian Publik, usulan tersebut telah diutarakan oleh Pemerintah melalui Mendagri dan sebagian Pimpinan Parpol yaitu DPR RI dengan alasan mendasar agar Pilkada bisa lebih Efesien dan menghemat anggaran negara dalam pelaksanaan Pilkada karena mereka menganggap Penyelenggaraan Pilkada secara langsung terlalu banyak membutuhkan biaya atau anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan Peserta Pemilihan (Parpol dan Calon Kepala Daerah).

Jika pilkada dilakukan secara tidak langsung atau dilakukan oleh DPRD, artinya masyarakat tidak dilibatkan secara langsung dalam memilih calon kepala daerah yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota meskipun DPRD merupakan representasi atau perwakilan dari masyarakat itu sendiri. Namun pada kenyataannya dewasa ini banyak oknum DPRD yang selayaknya harus memperjuangkan hak-hak rakyat atau masyarakat justru hanya lebih mementingkan hak individu, kelompok dan golongan saja, sehingga rakyat merasa dihiyanati yang menimbulkan kurangnya kepercayaan masyarakat.

Sebagai contoh, jika Kepala Daerah suatu daerah dipilih oleh DPRD, maka Calon Kepala Daerah akan merasa mempunyai keterikatan kepada DPRD yang memilih mereka dan merasa tidak mempunyai keterikatan dengan masyarakat nya secara langsung karena tidak dipilh oleh rakyat secara langsung. sudah lumrah bahwa kesepakatan saling menguntungkan dan kepentingan sesaat itu akan terjadi. Meskipun Pemilihan Kepala Derah secara langsung oleh rakyat, memakan biaya mahal akan tetapi seluruh rakyat memiliki peran serta seluruh komponen masyarakat ikut terlibat, ikut berpartisifasi dalam Penyelenggaraan dan Pengawasan tersebut. Hal ini juga menumbuhkan sifat gotong royong dalam berdemokrasi, dibandingkan hanya dilakukan oleh segelintir orang saja yakni DPRD yang juga tidak menutup kemungkinan akan memamfaatkan situasi tersebut untuk memdapatkan kepentingan mereka saja.

Lalu nanti apakah calon Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD sesuai dengan keinginan dan kehendak rakyat agar bisa mewujudkan dan memperjuangkan hak-hak mereka untuk kesejahteran dan kemakmuran rakyat seadil-adilnya. Atau sebaliknya justru calon Kepala Daerah yang dipilih tersebut hanya akan menjadi “alat kepentingan politik semata” jika ini terjadi,  tentu akan lebih merusak cita-cita dari Demokrasi itu sendiri. Sejarah Panjang Indonesia telah membuktikan dari zaman Orde baru sampai tercipta zaman Reformasi dan melahirkan Demokrasi langsung sebagai jalan terbaik bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan Negara Demokrasi yang berlandaskan Pancasila.

Aturan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) yang mendasar bersumber dari Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang menyatakan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis yang mana Pemilihan secara implisit menegaskan bahwa kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, yaitu one person, one vote, one value berarti hak pilih dalam Pemilu merupakan penghargaan pada martabat seorang sebagai warga negara yang adil, setara, dan tidak dibedakan oleh apa pun. Sepanjang memenuhi ketentuan hak pilih, maka semua dianggap sama di hadapan hukum, dimana pada hakekatnya Pemilihan merupakan perwujudan Kedaulatan Rakyat dalam memilih Pemimpin Daerah dan harus menjamin prinsip-prinsip Demokrasi seperti pemilihan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Beberapa waktu lalu Mahkamah Konstusi (MK) telah mengeluarkan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mulai 2029, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden (Pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota (Pemilu daerah atau lokal) dengan dasar ini menegaskan kembali Pemilihan tetap dilakukan langsung.

Dengan aturan hukum yang telah ada dan telah dijalankan saat ini, seharusnya wacana atau usulan demikian tidak perlu dikaji lagi karena hanya akan membuat rakyat atau masyarakat menjadi bingung dan menimbulkan banyak keraguan dalam mendefenisikan Demokrasi yang sesungguhnya. Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana memperbaiki system Demokrasi itu sendiri daripada merubah system Demokrasi kembali, yaitu dengan cara memperkuat aturan Hukum Kepemiluan, tatacara Penyelenggaraan Pemilu yang efektif, memperkuat Kelembagaan Penyelenggara Pemilu ( KPU, Bawaslu dan DKPP ), memperkuat kerjasama antar lembaga untuk menunjang kerja-kerja penyelenggaraan dan pengawasan tahapan Pemilihan serta melibatkan semua komponen masyarakat dengan peran yang dimiliki masing-masing. Dengan demikian,  baiknya jika pemerintah dan DPR saat ini secara bersama-sama untuk mencarikan solusi dan formula atas kelemahan dan kekurangan yang selama ini menjadi catatan Demokrasi pada saat Pemilu dan Pemilihan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *