Mendikdasmen Soroti Banyak Anak Indonesia Tak Bisa Baca Jam Analog, Dorong Gerakan Numerasi Nasional

Jakarta – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyoroti fenomena rendahnya kemampuan numerasi anak-anak Indonesia, salah satunya terlihat dari masih banyak siswa yang tidak bisa membaca jam analog.

Menurutnya, sebagian besar anak lebih terbiasa dengan jam digital karena dianggap lebih mudah, sementara membaca jam analog membutuhkan pemahaman arah jarum panjang dan pendek. Padahal, jam analog dapat menjadi sarana pembelajaran numerasi yang baik bagi siswa.

“Banyak anak kita bisa membaca jam digital karena ada angkanya. Tapi kalau jam analog yang ada jarum panjang dan pendek, mereka kesulitan,” ujar Abdul Mu’ti dalam peluncuran Gerakan Numerasi Nasional (GNN) di SDN Meruya Selatan 04 Pagi, Jakarta Barat, baru-baru ini.

Ia menjelaskan, jam analog bukan hanya penunjuk waktu, tetapi juga media untuk memahami angka, sudut, hingga konsep matematika praktis. Karena itu, kemampuan dasar seperti berhitung dan membaca jam seharusnya dikuasai tanpa harus bergantung pada kalkulator.

Lewat GNN, pemerintah berupaya membangun budaya numerasi yang inklusif dan menyenangkan di sekolah maupun lingkungan keluarga. Program ini mencakup pembangunan Taman Numerasi di berbagai daerah, bimtek “Matematika Gembira” bagi guru, hingga penyediaan buku panduan numerasi untuk orang tua.

“Numerasi harus dibiasakan tidak hanya di sekolah, tapi juga di rumah. Orang tua perlu melibatkan anak dalam aktivitas sederhana yang melatih berhitung,” kata Abdul Mu’ti.

Fenomena rendahnya kemampuan numerasi ini juga tercermin dari skor Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PISA) yang masih tertinggal dibanding negara lain.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *