JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) resmi menerbitkan Surat Edaran (SE) yang melarang pemerintah daerah menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di atas 100 persen. Aturan ini dikeluarkan menyusul keluhan masyarakat terkait kenaikan tarif PBB yang dinilai terlalu tinggi di sejumlah daerah.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menegaskan kebijakan kenaikan PBB yang berlebihan berpotensi memberatkan masyarakat. Karena itu, kepala daerah diminta untuk mengkaji ulang, menunda, bahkan mencabut keputusan yang menaikkan PBB-P2 di atas ambang batas wajar.
> “Kenaikan PBB lebih dari 100 persen tidak boleh diterapkan. Kebijakan seperti ini harus ditunda atau dicabut demi meringankan beban masyarakat,” ujar Bima Arya, Senin (25/8).
Data Kemendagri mencatat, terdapat sekitar 104 daerah yang sempat menaikkan PBB di atas 100 persen. Namun, hanya tiga daerah yang menerapkannya pada tahun 2025. Dari jumlah tersebut, Kabupaten Pati dan Jepara telah memutuskan untuk membatalkan kebijakan tersebut setelah mendapat sorotan publik.
Bima Arya menjelaskan, sebagian besar daerah menaikkan PBB untuk mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama menjelang Pilkada. Namun, Kemendagri menilai langkah itu tidak sejalan dengan semangat efisiensi anggaran nasional dan justru menambah beban rakyat.
“Daerah harus kreatif dan inovatif mencari sumber PAD lain. Jangan hanya mengandalkan pajak yang bisa membebani masyarakat,” tegasnya.
Kemendagri memastikan akan terus melakukan evaluasi dan pendampingan agar kebijakan pajak daerah tetap sejalan dengan prinsip keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat.
Tinggalkan Balasan