Konflik dengan PT LAJ, Masyarakat Laporkan Oknum Anggota Polres Tebo ke Kompolnas

Nasional51 Dilihat

Jakarta – Setelah 16 tahun banting tulang membangun kebun sawit dengan penuh keringat, kebun sawit James Barus diduga kuat diminta paksa oleh PT Lestari Asri Jaya (LAJ) dengan klaim bahwa tanah garapan James masuk ke dalam izin konsesinya.

James tentu tak terima, petani sawit yang juga merupakan Ketua Forum Tani Sungai Salak itu menolak menyerahkan lahan yang sudah belasan tahun ia usahakan. Namun penolakan James terhadap PT PAJ berbuntut panjang. James diduga kuat mengalami intimidasi lewat surat panggilan polisi Nomor B/168/II/RES.5/2025 Reskrim tertanggal 07 Februari 2025 oleh Polres Tebo.

“Pertama lahan saya dimintai 0.3 hektare, kemudian 1 hektare dan terus diminta seluruhnya, untuk alasan yang mengada-ada. Tapakan mesinlah, camp PT LAJ-lah. Kami sekeluarga jadi takut dan trauma karena sudah banyak petani masuk penjara,” kata James Barus pada Kamis, 27 Februari 2025.

Kini James Barus didampingi IHCS Jambi dan Jakarta, melaporkan dugaan intimidasi yang dia alami dan keluarga ke Kompolnas RI. Di gedung Kompolnas RI, James Barus diterima langsung oleh Irjen Purn Arief Wicaksono dan Khoirul Anam, S.H.

Menyikapi persoalan James, pendamping sekaligus Ketua IHCS Provinsi Jambi, Azhari yang selama ini berfokus pada persoalan HAM serta pendampingan dan pembelaan untuk keadilan sosial, menegaskan bahwa upaya-upaya intimidasi perusahaan lewat oknum-oknum tertentu harus segera dihentikan terhadap para petani.

“Letusan konflik ini punya tracking digital terbuka, polisi harus hentikan! karena persoalan kehutanan punya mekanisme tertentu oleh Kemenhut, hentikan upaya upaya jahat seperti ini,” kata Azhari.

Dalam pelaporan tersebut, pihak Kompolnas pun menyampaikan bahwa laporan bakal ditindaklanjuti sesegera mungkin.

Rekam jejak digital mencatat, konflik antara PT LAJ Grup Barito Pacifik dan Michelin dari Perancis dengan kalangan masyatakat sudah pernah terjadi dengan letupan konflik yang keras pada tahun 2012 silam.

Hal tersebut lantaran perusahaan disinnyalir menggunakan premanisme yang kemudian dilawan oleh warga, sebagaimana pada tahun 2012 silam Galingging, petani Sungai Salak pernah mengalami luka robek serius di perut.

Polisi yang menenteng AK47 lalu lalang mengelilingi rumah para petani di Sungai Salak pun kian menciptakan suasana mencekam saat itu. Kini bibit-bibit konflik seolah kembali bertumbuh. Pihak berwajib pun diharapkan dapat segera memecahkan masalah yang ada demi meminimalisir potensi konflik yang timbul.