Kejari Tebo Bongkar Mark-Up Proyek Pasar, Tiga Orang Dijerat Tipikor

Berita, Perkara49 Dilihat

Tebo, — Harapan masyarakat Tebo akan hadirnya Pasar Tanjung Bungur sebagai pusat geliat ekonomi rakyat kini berubah menjadi kekecewaan besar. Proyek pembangunan pasar senilai Rp2,735 miliar itu justru menjadi sarang korupsi berjemaah yang melibatkan pejabat utama Dinas Perindagkop dan pihak rekanan.

Kepala Dinas Perindagkop Tebo, Nurhasanah, bersama Edi Sopian (Kabid Perdagangan) dan Solihin (pihak rekanan proyek) resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Tebo sejak Rabu malam, 11 Juni 2025. Ketiganya mendekam di Lapas Kelas II B Muara Tebo untuk 20 hari ke depan dalam status tersangka kasus korupsi.

Kajari Tebo, Ridwan Ismawanta, menyatakan bahwa ketiganya diduga melakukan mark-up anggaran lebih dari Rp1 miliar, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1.011.000.000. Penyimpangan ini terungkap setelah audit dan bukti kuat dari penyidik.

“Tersangka diduga memperkaya diri sendiri dan pihak lain secara melawan hukum. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini kejahatan terhadap negara,” ujar Ridwan dalam konferensi pers.

Awalnya, proyek ini dialokasikan dari Dana Tugas Pembantuan Kementerian Perdagangan Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp5 miliar. Namun, anggaran itu kemudian diturunkan bertahap menjadi Rp3 miliar dan terakhir Rp2,735 miliar. Proses penyesuaian ini justru membuka celah praktik manipulatif.

Jerat Hukum dan Potensi Tersangka Baru

Ketiga tersangka dijerat dengan:

  • Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor
  • Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara.

Kejari Tebo juga menegaskan bahwa kasus ini belum selesai. Penyidikan terus berkembang dan kemungkinan besar akan menyeret nama-nama lain, termasuk pihak dari luar dinas dan mitra politik.

“Kami pastikan tidak ada yang dilindungi. Siapa pun yang terlibat akan kami tindak,” tegas Ridwan.

Jejak Rekayasa dan Kolusi Sistemik

Sumber internal Kejari mengungkapkan adanya indikasi kolusi sistemik: dari rekayasa nilai kontrak, laporan progres fiktif, hingga pemecahan pekerjaan untuk menghindari sistem pengawasan. Kuat dugaan, sebagian dana proyek “disimpan” di luar sistem APBD—praktik yang kerap dilakukan dalam modus penggelapan anggaran daerah.

Pertanyaan kini mengarah pada:

  • Siapa yang menyetujui revisi anggaran proyek?
  • Di mana peran Inspektorat dan DPRD sebagai lembaga pengawas?
  • Dan, siapa aktor intelektual di balik proyek sarat permainan ini?

Hingga saat ini, pihak DPRD dan Inspektorat Kabupaten Tebo belum memberikan tanggapan resmi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *