DPR Soroti 30 Wamen Rangkap Komisaris BUMN: Rakyat Sulit Cari Kerja, Elit Kumpulkan Jabatan

Berita, Nasional99 Dilihat

JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyoroti fenomena 30 wakil menteri (wamen) yang merangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usahanya. Kondisi ini dinilai menciptakan ironi di tengah sulitnya masyarakat memperoleh pekerjaan.

Anggota Komisi VI DPR, Mufti Anam, menyampaikan keprihatinannya atas maraknya rangkap jabatan tersebut. Ia menyebut bahwa meski secara hukum tidak ada pelanggaran, namun secara etika publik, fenomena ini layak dikritisi.

> “Ini menjadi ironi besar. Di saat jutaan rakyat kesulitan mendapatkan pekerjaan, para elit justru merangkap jabatan dan menikmati banyak kursi kekuasaan,” kata Mufti, Jumat (12/7/2025).

Mufti menegaskan bahwa jabatan ganda tersebut harus dibarengi dengan kontribusi nyata terhadap kinerja BUMN. Ia mendesak para wamen untuk tidak menjadikan jabatan komisaris sebagai posisi simbolik atau sekadar “penerima gaji tambahan”.

> “Kalau rangkap jabatan, maka harus rangkap kerja juga. Harus ada output dan outcome nyata. Jangan sampai justru menjadi beban dan memperlambat birokrasi,” ujarnya.

Sejumlah nama yang disebut merangkap jabatan antara lain:

Sudaryono (Wamen Pertanian) – Komisaris Utama PT Pupuk Indonesia

Giring Ganesha (Wamen Kebudayaan) – Komisaris PT GMF AeroAsia

Veronica Tan (Wamen PPPA) – Komisaris Citilink

Yuliot Tanjung (Wamen ESDM) – Komisaris PT Bank Mandiri

Taufik Hidayat (Wamen Pemuda & Olahraga) – Komisaris PT PLN Energi Primer

Mufti menambahkan bahwa DPR akan terus mengawasi efektivitas para pejabat publik yang duduk sebagai komisaris BUMN. Jika tidak menunjukkan hasil, DPR tak segan meminta agar mereka mundur dari jabatan tambahan tersebut.

> “Kalau hanya duduk sebagai komisaris tapi tak punya kontribusi apa-apa, itu bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik,” tutupnya.

Fenomena ini menjadi perhatian publik, mengingat kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi dan tingginya angka pengangguran di kalangan usia produktif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *