MENKO Prof Yusril Peringatkan Dampak Konstitusional Jika Putusan MK soal Pemilu Diterapkan

Berita, Nasional108 Dilihat

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumhamimipas), Prof Yusril Ihza Mahendra, menilai ada potensi pelanggaran konstitusi jika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan waktu pemilihan umum (Pemilu) diterapkan. Menurut Yusril, keputusan MK tersebut berisiko bertentangan langsung dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, khususnya Pasal 22E.

Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diumumkan pada Kamis, 26 Juni 2025, menetapkan bahwa Pemilu nasional (untuk DPR, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden) serta Pemilu lokal (untuk DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur, bupati, dan wali kota) harus dilaksanakan secara terpisah mulai tahun 2029. MK memutuskan bahwa Pemilu lokal akan diselenggarakan antara dua hingga dua setengah tahun setelah pelantikan Presiden-Wakil Presiden dan DPR-DPD.

Yusril menekankan bahwa Pasal 22E UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Pemilu, termasuk untuk DPRD, harus diselenggarakan setiap lima tahun. Dengan adanya jeda waktu yang diamanatkan MK, Pemilu DPRD tidak lagi dilaksanakan setiap lima tahun, yang menurut Yusril, merupakan konflik langsung dengan konstitusi.

“Tanpa amandemen konstitusi, pemisahan waktu Pemilu seperti yang diputuskan MK akan menciptakan masalah hukum dan inkonsistensi dalam sistem ketatanegaraan kita,” ujar Yusril.

Ia juga menyoroti nasib anggota DPRD yang masa jabatannya mungkin akan diperpanjang akibat penundaan ini. Yusril mempertanyakan dasar hukum perpanjangan masa jabatan tersebut dan apakah hal itu akan melanggar prinsip bahwa anggota DPRD harus dipilih oleh rakyat.

Yusril mendesak para pembuat undang-undang untuk serius mempertimbangkan tantangan konstitusional dan hukum ini guna menghindari benturan dengan UUD 1945.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *